PowerNetizen.com – Ada ruang dalam hatiku yang dulu penuh oleh nama-nama. Tempat di mana aku menyimpan cerita, tawa, dan harapan pada mereka yang kupanggil teman. Namun ruang itu kini kosong, seperti buku usang yang halaman-halamannya telah dirobek oleh waktu dan kepergian.
Dulu, saat aku terjatuh, aku menoleh, mencari tangan yang terulur. Namun tak ada. Hanya udara dingin yang menyelimuti. Tangisan yang pecah dalam kesendirian adalah musik malamku. Rintihan hati yang patah menjadi irama harian. Mereka, yang dulu bersorak di sisiku, lenyap tanpa jejak.
Aku bertanya, apa salahku? Mengapa, di saat aku paling membutuhkan, mereka memilih untuk pergi? Tapi jawaban tak pernah datang. Yang ada hanya kesunyian, yang perlahan-lahan menjadi kawan setia.
Dalam perih itu, aku belajar banyak hal. Bahwa hidup ini bukan soal siapa yang ada di sisimu saat kamu di atas, melainkan siapa yang bertahan saat kamu jatuh. Dan nyatanya, mereka tak ada.
Aku menggali kekuatan yang sebelumnya tak pernah kusadari. Dari luka, aku belajar berjalan dengan kakiku sendiri. Dari air mata, aku belajar menghapus bekasnya dengan tanganku sendiri. Aku tak lagi berharap mereka kembali. Aku tak lagi menoleh mencari bayangan mereka di tengah perjuanganku.
Hari demi hari, aku bertumbuh. Mimpi-mimpi yang dulu remuk mulai kubangun kembali, satu bata demi satu bata. Bukan untuk mereka, bukan untuk membuktikan apa pun kepada siapa pun. Melainkan untuk diriku sendiri. Untuk membuktikan bahwa aku cukup, meski tanpa mereka.
Dan kemudian, seperti matahari yang muncul di ufuk timur, bahagia itu datang. Bukan dari tempat yang kutunggu-tunggu, tapi dari kerja keras yang kulakukan tanpa kenal lelah. Aku berdiri di puncak kecilku, menghirup udara kemenangan. Langit terlihat lebih cerah, dunia terasa lebih indah.
Namun, di balik itu, mereka kembali. Membawa senyum, membawa pujian, seakan tak pernah ada luka yang mereka tinggalkan. “Kami bangga padamu,” katanya.
Tapi hatiku kini berbeda. Luka itu telah sembuh, namun bekasnya mengajarkan banyak hal.
“Di mana kalian saat aku terjatuh? Saat duniaku runtuh dan aku memohon kehadiran kalian?” tanyaku dalam hati, walau bibirku memilih diam.
Aku tahu mereka tak akan memahami, dan aku pun tak ingin menjelaskan. Karena bagiku, bahagia ini bukan milik mereka. Ini hasil dari malam-malam penuh tangis yang hanya ditemani doa. Ini adalah hasil dari kerja keras tanpa sorak-sorai mereka.
Kau tak pernah ada dalam sakitku, jadi jangan hadir dalam bahagiaku. Aku menghormatimu sebagai bagian dari masa laluku, tapi aku tak lagi mengizinkanmu mengklaim bagian dari masa depanku.
Kini aku berdiri, tidak dengan dendam, tapi dengan pelajaran. Bahwa hidup tak selalu tentang memiliki banyak teman, melainkan tentang menemukan mereka yang benar-benar bertahan, meski badai datang.
Kebahagiaanku adalah ceritaku. Dan kali ini, aku memilih siapa yang layak menjadi bagian darinya.
Penulis : Budi Gunawan