Konteks dan Prinsip Umum Hukum Pers
PowerNetizen.com – Hukum pers internasional mengacu pada kerangka hukum global yang melindungi kebebasan berekspresi dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Prinsip ini diatur dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Indonesia, sebagai negara yang meratifikasi ICCPR, mengadopsi prinsip ini melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Kedua sistem hukum sepakat bahwa pers harus bebas dari intervensi pemerintah dan pihak lain, serta bertanggung jawab secara profesional untuk menyampaikan informasi yang akurat dan objektif. Dalam konteks global, kebebasan pers dipandang sebagai instrumen vital untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, sama halnya dengan perspektif di Indonesia.
Persamaan Penerapan Hukum Pers Internasional dan Indonesia
- Kebebasan Bereksperimen dan Melaporkan Fakta
- Internasional: Pasal 19 ICCPR menyatakan bahwa setiap individu berhak menyampaikan pendapat tanpa gangguan. Hal ini berlaku untuk media cetak, elektronik, atau digital.
- Indonesia: UU Pers menjamin kemerdekaan pers dan menyatakan bahwa pers nasional tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
- Perlindungan Terhadap Jurnalis
- Internasional: Lembaga seperti UNESCO mendorong perlindungan jurnalis, terutama di wilayah konflik, untuk mencegah kekerasan atau intimidasi terhadap mereka.
- Indonesia: UU Pers Pasal 8 menyatakan bahwa jurnalis berhak memperoleh perlindungan hukum atas pekerjaan jurnalistiknya.
- Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
- Internasional: Kebebasan pers tidak mutlak; ada batasan seperti melindungi keamanan nasional dan hak privasi.
- Indonesia: UU Pers Pasal 7 mewajibkan wartawan menaati kode etik, termasuk menghormati hak privasi individu dan tidak membuat berita yang diskriminatif.
Kode Etik Jurnalistik: Sinkronisasi Nilai Global dan Nasional
Kode etik jurnalistik adalah landasan moral dalam menjalankan fungsi pers, baik di tingkat internasional maupun nasional. Beberapa persamaan dalam penerapan kode etik antara hukum pers internasional dan Indonesia adalah:
- Keakuratan dan Objektivitas
- Jurnalis wajib menyampaikan informasi yang benar, tidak mengandung fitnah, atau berita bohong.
- Di Indonesia, ini diatur dalam Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
- Independensi
- Pers tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik atau ekonomi.
- Baik UNESCO maupun Dewan Pers Indonesia menekankan pentingnya kebebasan media dari intervensi eksternal.
- Privasi dan Martabat
- Media harus menghormati kehidupan pribadi seseorang dan menghindari berita yang merendahkan martabat manusia.
- Kode etik jurnalistik Indonesia juga melarang eksploitasi anak-anak atau korban tindak kekerasan.
Tantangan dalam Sinkronisasi
Meskipun ada persamaan prinsip, beberapa tantangan muncul dalam pelaksanaannya:
- Regulasi Tambahan: Di Indonesia, kebebasan pers sering kali terbentur UU ITE, yang memungkinkan kriminalisasi jurnalis atas konten digital. Hal ini sering dikritik karena bertentangan dengan kebebasan pers internasional.
- Kesadaran Hukum: Tidak semua masyarakat atau jurnalis memahami hukum pers, baik internasional maupun nasional, sehingga pengawasan publik terhadap kebebasan pers masih minim.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Hukum pers internasional dan nasional memiliki fondasi yang sama dalam melindungi kebebasan berekspresi dan mempromosikan akuntabilitas. Namun, implementasi di Indonesia memerlukan penguatan, terutama untuk melindungi jurnalis dari ancaman hukum yang berlebihan. Meningkatkan literasi hukum pers, memperkuat regulasi yang ramah kebebasan pers, dan memperluas kerja sama dengan lembaga internasional seperti UNESCO dapat membantu menjaga sinkronisasi nilai-nilai ini.
Dengan langkah konkret tersebut, pers dapat terus menjadi pilar demokrasi yang kokoh, baik di Indonesia maupun di ranah global.
Penulis : Budi Gunawan